Abadikini.com, JAKARTA — Ketua Umum Generasi Muda Peduli Indonesia (GAMPI), Nini Arianti, mengecam keras pernyataan konten kreator Ferry Irwandi yang menyinggung dugaan kekerasan seksual di wilayah bencana Sumatera. Kritik tersebut disampaikan Nini dalam keterangan yang diterima redaksi, seperti dilansir Senin (8/12/2025).
Ia menilai pernyataan Ferry bukan hanya keliru, tetapi juga merendahkan martabat perempuan dan memperlakukan isu pemerkosaan sebagai bahan sensasi.
“Ini bukan sekadar tidak sensitif. Ini pelecehan terang-terangan. Isu pemerkosaan dibawa seolah cerita hiburan. Itu tindakan biadab dan tidak manusiawi,” ujar Nini.
Menurutnya, perempuan di daerah terdampak bencana berada dalam kondisi paling rawan—kehilangan rumah, rasa aman, dan ketenangan psikologis. Namun dalam situasi genting tersebut, mereka justru kembali dijadikan objek konsumsi publik melalui narasi yang belum terverifikasi.
“Bencana saja sudah menghancurkan hidup mereka. Kini kehormatannya dipertaruhkan demi konten? Ini tidak dapat ditoleransi,” tegasnya.
Nini menjelaskan, menyebarkan isu pemerkosaan tanpa dasar hukum yang jelas merupakan bentuk kekerasan simbolik dan psikologis yang berdampak luas.
“Begitu narasi ini dilempar tanpa verifikasi, ribuan perempuan bisa hidup dalam ketakutan. Dampaknya kejam. Jangan bersembunyi di balik alasan kebebasan berekspresi,” tuturnya.
Ia menuntut Ferry Irwandi untuk bertanggung jawab secara moral kepada publik, khususnya kepada perempuan dan anak-anak yang menjadi penyintas bencana.
“Jika punya bukti, serahkan ke aparat. Bila tidak, hentikan narasi sesat ini dan minta maaf kepada perempuan Indonesia,” tegas Nini.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa GAMPI siap melakukan langkah advokasi jika pola eksploitasi seperti ini terus diproduksi di ruang digital.
“Kami tidak akan tinggal diam ketika isu pemerkosaan dijadikan komoditas demi viral. Ini soal kemanusiaan dan harga diri perempuan,” katanya.
Sebagai aktivis perempuan kelahiran Sumatera, Nini mengingatkan para kreator konten dan figur publik bahwa ruang digital tetap memiliki batas etika.
“Satu kalimat ceroboh dari influencer bisa melahirkan trauma baru. Hentikan eksploitasi penderitaan perempuan di tengah bencana. Ini garis merah,” tandasnya.





:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5437045/original/018850700_1765195612-endipat_wijaya.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)





