GELORA.CO — Mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji mengeluarkan kritik paling keras sejauh ini yang pernah disampaikan seorang mantan petinggi kepolisian atas bencana banjir dan longsor di tiga provinsi di Sumatra, beberapa waktu lalu.
Menurut Susno bencana ini bukan sebab alam, melainkan akibat ulah manusia yang serakah yang mengangkangi hukum dan aturan yang ada.
Susno mengatakan penebangan hutan yang masif dan pertambangan merupakan sumber utama bencana yang mengakibatkan banjir dan longsor sehingga desa-desa hilang ditelan lumpur, dan jutaan kubik gelondongan kayu terbawa arus, menyisakan pemandangan memilukan.
Dalam suara yang terdengar menahan emosi, dalam acara On Point di Kompas TV, Jumat (5/12/2012), Susno mengatakan hujan itu rahmat Allah.
“Tapi menjadi bencana karena manusia—karena hutan ditebangi oleh orang-orang serakah,” katanya.
Susno mengaku geram dan marah saat mendengar pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni soal bencana ini saat dipanggil DPR.
Sebab kata Susno Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, tidak mau menyebut 20 perusahaan pemilik izin yang akan dicabut dan menunggu arahan Presiden.
“Tidak wajar seorang menteri berkata begitu. Mengapa tidak wajar? Itu tanggung jawab teknis dia. Jangan melempar tanggung jawab pada presiden,” kata Susno.
Sebab katanya sebagai menteri, Raja Juli adalah pembantu presiden dan sudah diberi kewenangan itu.
Susno yakin saat Raja Juli menerbitkan izin itu tidak memberi tahu Presiden atau tidak seizin Presiden.
“Presiden banyak tugasnya. Urusan teknis kehutanan sudah diserahkan pada menteri. Dia yang tanda tangan, dia yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Karenanya Susno mengecam Raja Juli yang menolak permintaan DPR sebagai wakil rakyat.
“Ini korbannya sudah ribuan loh. Wajar DPR minta data itu ke Menhut. Di jawab dong, tidak harus minta izin presiden dulu,” kata Susno.
“Ini menteri macam apa dia? Kalau semua menteri seperti itu ya gawat kita ini. Kasihan presidennya.
Presiden dikit-dikit presiden, jangan melempar masalah pada presiden. Dia pembantu presiden dan yang harus bertanggung jawab. Harus bertanggung jawab,” papar Susno.
Menurutnya Raja Juli harus menjelaskan kepada publik dan DPR.
“Kalau merasa bersalah, mundur. Anda melihat dengan sudah terjadinya bencana, mundur menjadi jawaban. Salah satu tanggung jawab sosial, mundur. Kemudian tanggung jawab hukum. Kalau memang itu ada pelanggaran hukum, ikuti sesuai norma hukum yang berlaku,” papar Susno.
Apalagi kata Susno dalam beberapa kesempatan sudah sangat jelas Presiden Prabowo menyatakan akan memberangus maling uang negara.
“Makanya perlu ini diselidiki, izinnya itu benar apa tidak. Memang secara formal ada izinnya, rtetapi pemberian izin ini sesuai ketentuan apa tidak gitu kan. Akan membahayakan masyarakat apa enggak. Mereka kan ahli semua di kementerian itu. Ahli teknis di bidang perkayuan,” kata Susno.
Jika dari para stafnya menyarankan izin tidak diberikan karena berbahaya, menurut Susno, sangat mungkin keputusan pemberi izin berbeda dengan pandangan stafnya.
“Misalnya sudah ada saran staf bahwa Pak jangan diterbitkan izin di situ. Bahaya tapi masih nekad menerbitkan itu.
Harus bertanggung jawab,” kata Susno.
Menurut Susno, penyidikan tidak sulit, karena ada izin, ada aturan, ada ketentuan teknis, ada pemilik kayu, dan ada pejabat yang menandatangani.
“Maling itu tidak selalu memikul kayu. Maling bisa yang berlindung di balik izin. Ini semua bisa ditelusuri,” paparnya.
Ia meminta Polri, Kejaksaan, KPK, dan PPATK turun bersama.
“Jangan cuma satgas. Ini sudah ‘korban nasional’. Ribuan jiwa melayang. Jangan sampai hilang begitu saja seperti kasus-kasus yang dulu,” katanya.
Susno menyoroti tajam para pejabat di Jakarta yang mengeluarkan izin pembalakan tanpa memahami kondisi lapangan.
“Orang-orang yang tanda tangan izin itu duduk di ruangan AC di Jakarta. Tidak turun ke lapangan. Begitu jutaan kubik kayu hanyut, barulah terkaget-kaget,” ujarnya.
Ia menegaskan, pemilik kayu gelondongan yang kini berserakan di sungai dan pemukiman bukanlah misteri.
“Kayu itu tidak mungkin gaib. Ada pemiliknya, ada izinnya, ada yang menebang,” tegasnya.
Dengan suara bergetar Susno mengaku terluka oleh pernyataan sejumlah pejabat yang menurutnya tidak berempati.
“Ada pejabat bilang bencana ini cuma mencekam di media sosial. Ada yang bilang kayu-kayu itu bukan dari pembalakan liar tapi kayu lapuk roboh. Ke mana otaknya?”
Di tengah warga yang kehilangan keluarga, harta, dan tanah leluhur, pernyataan itu seperti garam di luka.
“Ribuan orang mati. Banyak masih hilang. Rakyat menjerit. Kok dijawab dengan alasan kayu lapuk? Menyakitkan sekali,” kata Susno.
Susno mengingatkan bahwa warga sekitar hutan tidak pernah menikmati keuntungan eksploitasi.
“Rakyat di sana miskin. Mereka hanya dapat debu. Dapat bahaya. Hutan itu hutan adat mereka. Harta mereka. Tapi yang menikmati adalah orang-orang serakah itu,” kata Susno.
Ia menegaskan bahwa hutan adalah amanat konstitusi untuk kemakmuran rakyat, bukan kelompok-kelompok tertentu.
Menurut Susno, Presiden Prabowo telah memberi sinyal keras soal pemberantasan maling negara.
Bagi Susno, ini momen emas bagi penegak hukum.
“Kalau Presiden sudah bilang akan memberangus maling negara, ini lampu hijau bagi aparat. Jangan takut. Tegakkan hukum.”
Dalam nada yang penuh getir, ia menutup penjelasannya, bahwa dirinya dan banyak rakyat kini sedang menangis.
“Kita hanya bisa bersuara. Tidak punya kekuasaan apa-apa. Tapi negara ini punya rakyat. Dan rakyat sekarang sedang menangis,” katanya

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5429426/original/092713200_1764586226-PHOTO-2025-12-01-17-29-39__1_.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5220657/original/051264800_1747288189-f74e327b-a827-471b-8447-d781aade73d4.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)







