Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Lawan Arah yang Picu Kekerasan di Jakarta… Megapolitan 5 Desember 2025

Lawan Arah yang Picu Kekerasan di Jakarta…
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com —
Pengendara melawan arah kembali menimbulkan insiden kekerasan dan konflik jalanan yang terjadi di Jakarta.
Selain membahayakan keselamatan, perilaku ini juga memicu aksi fisik antara korban dan pelaku.
Salah satu insiden terbaru menimpa Bima (39), pelatih taekwondo, di Ciganjur, Jagakarsa, Rabu (19/11/2025).
Pelaku berinisial MN (41) sudah teridentifikasi tetapi diduga kabur ke luar kota.
“Sudah teridentifikasi. Masih kami cari, semoga dapat ya,” kata Kapolsek Jagakarsa AKP Nurma Dewi, Kamis (4/12/2025).
Bima diserang setelah menegur pengendara motor yang melawan arah. Ia dipukul menggunakan helm hingga mengalami memar di wajah, dada, dan punggung.
“Saya belum bicara apa-apa, saya ditanduk pakai helm,” ujarnya.
Meski menguasai bela diri, Bima memilih tetap tenang untuk mengutamakan keselamatan istrinya.
Warga akhirnya melerai, sementara pelaku pergi sambil menolak ajakan Bima ke Polsek.
Beberapa hari kemudian, sebuah insiden serupa terjadi di
Jakarta
Pusat.
Sebuah video yang menampilkan dua pria beradu mulut di sebuah gang viral di media sosial pada Rabu (26/11/2025).
Video itu diunggah akun Instagram
@thepaparock
dengan keterangan “Mobil Ertiga melawan arah B 1480 TZG.”
Peristiwa tersebut diduga terjadi pada Selasa (25/11/2025) di Jakarta Pusat.
Perekam video awalnya menegur pengemudi mobil yang melawan arus. Namun, pengemudi mobil justru membalas dengan kata-kata kasar dan bernada rasis.
Adu mulut berlanjut hingga perekam video memukul mobil, dan pengemudi membalas Warga sekitar akhirnya melerai.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Roby Saputra membenarkan kejadian tersebut dan telah menerima laporan korban,
“Iya benar (kejadian Selasa, 25 November). Sudah lapor ke Polres Metro Jakarta Pusat. Sudah kami terima dan dalam proses investigasi,” kata Roby.
Sementara itu, di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, video viral menampilkan pemotor yang memprotes pengendara
lawan arah
kemudian didorong dan dipukul.
Kejadian ini menunjukkan bahwa lokasi tertentu memang rawan dilalui pengendara lawan arah.
“Nanti kalau itu kami tempatkan personel di situ, nanti kami tindak lanjuti, karena banyak di situ emang yang lawan arah.” ujar Kasat Lantas Polres Jakarta Selatan Komisaris Mujiyanto.
Menurut Agus Sani, Head of Safety Riding Promotion Wahana Honda, kebiasaan melawan arah ini umumnya terjadi karena pengendara ingin mencari jalan pintas tanpa mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan.
“Sebagian besar pelanggar beralasan ingin lebih cepat sampai ke tujuan atau menghindari jalan yang lebih jauh,” ujar Agus kepada
Kompas.com
.
Agus menambahkan bahwa kurangnya kesadaran akan keselamatan berkendara juga menjadi faktor utama.
“Mereka tidak menyadari bahwa tindakan ini justru berisiko tinggi, baik bagi dirinya sendiri maupun pengguna jalan lain,” kata Agus.
Banyak pengendara tampaknya belum menyadari risiko serius dari melawan arus, terutama jika berujung pada kecelakaan.
Selain kesalahan individu, kondisi infrastruktur juga turut memengaruhi tingginya angka pelanggaran.
Jarak putaran balik (U-turn) yang terlalu jauh atau rambu lalu lintas yang kurang terlihat membuat pengendara memilih jalur yang lebih praktis, meski melanggar aturan.
Rangkaian kasus tersebut menunjukkan bahwa melawan arus bukan sekadar
pelanggaran lalu lintas
, tetapi juga berpotensi memicu konflik dan kekerasan di jalan.
Padahal, pengendara yang melawan arus dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 287 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Berikut isinya:
(1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.