Kisah Siti, Ibu Tangguh yang Menolak Menyerah demi Keluarga Tercinta
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com –
Sosok seorang ibu dalam keluarga bagaikan manusia berkekuatan super yang mampu melakukan banyak hal, mulai dari mengurus anak hingga ikut mencari nafkah demi keberlangsungan hidup keluarga.
Hal itu terlihat jelas dalam Siti Hajar (42), seorang pedagang baju yang menjalankan usaha di bilik kecil yang didirikannya di teras rumah sejak 2020.
Saat ditemui
Kompas.com
, Siti tampak sibuk menyusun beberapa kerudung yang terlipat rapi dalam boks persegi panjang.
Tepat di atas tumpukan jilbab, terlihat sebuah stiker wanita, yang kata Siti merupakan suvenir pesanan pembeli untuk edisi Hari Guru Nasional. Diperkirakan, ada sekitar enam boks suvenir yang tengah dikerjakannya.
Setelah itu, ia langsung bergegas menuju salah satu maneken dan mengganti penampilannya dengan pakaian dagangan terbaru yang dibelinya di Pasar Tanah Abang.
Siti mengaku memulai langkahnya mencari rezeki pada 2015 dengan berjualan minuman es dan nasi uduk pada pagi hari. Hasil keuntungan dari penjualan hariannya perlahan dikumpulkan sebagai modal untuk berjualan pakaian.
“Mulai di 2016 akhirnya memberanikan diri belanja ke Tanah Abang, saat itu cuma bawa uang sedikit buat beli beberapa baju. Barang yang saya beli itu, saya bawa ke mana-mana,” ucap Siti saat ditemui
Kompas.com
, Senin (1/12/2025).
Berbekal fisik dan kemauan yang kuat, Siti menyusuri jalan di wilayah Stasiun Bojonggede, Kabupaten Bogor, untuk mendatangi toko demi toko lalu menawarkan dagangan pakaiannya.
Ia juga rutin membawa barang jualannya setiap kali hadir di pengajian warga atau saat datang ke pasar.
“Dari jualan itu kenal sama orang pasar karena kan tiap hari kita langganan. Nah dari situ mereka mulai pesan ke saya, pokoknya meski cuaca panas saya keliling saja,” ujar Siti.
Setelah itu, satu per satu pembelinya mulai terpikat sehingga Siti memutuskan mengubah ruang tamu di rumahnya menjadi toko dadakan.
Kursi tamu yang tersusun berjejer seolah menjadi saksi bisu perjalanan Siti dalam memperluas usahanya menjual pakaian. Ruang yang biasanya ramai hanya pada akhir pekan kini mulai dipenuhi pembeli pada hari kerja.
Namun, badai seperti datang tiba-tiba. Suami Siti yang bekerja sebagai karyawan swasta harus dirumahkan akibat pandemi Covid-19 pada 2020.
Meski begitu, kejadian itu justru mendorong Siti untuk semakin giat berjualan. Kini, jerih payahnya selama berkeliling menawarkan pakaian membuahkan hasil.
Ia berhasil membangun ruang terpisah untuk toko dari sisa lahan di rumahnya.
“Kita mulai renovasi rumah, bikin ruangan tambahan biar dijadiin toko kecil, Alhamdulillah toko ini sudah dari 2020 dan jadi kita berdua ngurus toko gantian bareng aja,” ujar Siti.
Perjuangan itu terus ditekuninya, sembari mengisi setiap sudut ruang toko dengan deretan pakaian pilihan yang dibeli setiap Kamis subuh di Pasar Tanah Abang.
Di tengah kesibukannya menjaga toko lebih dari 12 jam, mulai pukul 06.00-21.00 WIB, Siti tetap mengambil pekerjaan sambilan.
Hal ini dilakukan karena pendapatan mingguan dari penjualan baju tidak menentu, terutama selama delapan bulan terakhir.
Bulan lalu, Siti hanya meraup penghasilan sekitar Rp 500.000 per minggu, yang sebagian besar digunakan untuk kebutuhan dapur.
“Uang keuntungan baju tuh buat muter hidup dan modal beli baju lagi, saya enggak ada bisa untuk nabung. Sulit,” tutur Siti.
Babak terjal dalam kehidupannya membuat Siti memutuskan berjualan bumbu kacang untuk pecel yang dititipkan ke 12 toko pedagang di sekitar rumah.
Sekitar 25 bungkus porsi bumbu kacang yang diambilnya dari Bekasi rutin dikirimkan setiap dua minggu sekali.
Hasil bayaran ini tidak bisa diambil cepat karena nominalnya kecil, sehingga dianggap sebagai pekerjaan sambilan saat toko sepi sekaligus menabung.
“Kalau jualan ini saya ambil bayarannya selalu setiap satu tahun, karena kalau per bulan ya sedikit. Apalagi saya jualinnya enggak ke banyak toko karena prioritasnya tetap jual baju,” terang Siti.
“Ambil bayaran tuh paling pas sudah setahun, itu tuh paling Rp 2-2,5 juta
fee
-nya, enggak terlalu besar sih,” tambah Siti.
Tak hanya itu, Siti juga selalu siap menerima pesanan pembeli, mulai dari baju tertentu, makanan tertentu, hingga suvenir spesial hari raya.
Setiap peluang dimanfaatkan sebagai cara memperoleh pendapatan tambahan agar keluarganya tetap bisa hidup cukup.
Meski demikian, Siti mengaku masih diselimuti rasa tidak percaya diri karena merasa belum bisa mencukupi kebutuhan anak dan orangtuanya.
Momen kesulitan ekonomi bukan hal baru. Namun, menghadapi kenyataan terlihat tidak berdaya di hadapan orang terkasih adalah bagian tersulit.
“Yang sedih karena enggak bisa kasih ortu, karena hal ini (uang) serba jadi terbatas. Apalagi, ibu saya juga banyak bergantungnya pada saya,” terang Siti.
Anak Siti, Salwa (19), melihat ibunya sebagai pahlawan yang selalu mengingatkannya untuk bermimpi hidup penuh keberkahan, dengan berdoa dan mengingat Allah.
Perasaan rendah diri yang kadang menyelimuti Siti ingin ditepis oleh Salwa agar ibunya bisa hidup lebih tenang.
“Bunda kayaknya bisa setiap hari kelihatan banyak pikiran, karena dia tuh peka dan sensitif. Aku sering bilang kalau bunda udah baik dan lebih dari cukup banget,” ujar Salwa.
Di mata Salwa, ibunya adalah sosok yang serba bisa dan tak pernah menyia-nyiakan waktu. Meski pekerjaan mendorong Siti untuk sibuk hingga malam, ia tidak pernah absen mendengarkan keinginan anaknya.
Sisi protektif dan penyayang yang selalu diberikan Siti membuat Salwa tak sungkan mengungkapkan isi hati.
“Hal yang selalu bunda lakuin itu masakin aku bekal tiap pagi sebelum aku berangkat, dia dari malemnya udah nanya aku mau apa dan paginya tuh pasti sudah ada makan,” terangnya.
Ingatan Salwa terhadap perjuangan ibunya untuk bekerja, mengurus keluarga, dan mengasihi tidak akan bisa dilupakan.
Menurut dia, tidak ada penghargaan atau nilai yang setara dengan didikan dan perjuangan ibunya.
“Aku selalu berterima kasih karena Bunda urus aku dari kecil, aku nerima banyak kasih sayang dan dipenuhi berbagai hal juga karena bunda,” jelas Salwa.
Salwa bersyukur melihat ibunya tetap bekerja meski mengalami gejala sakit saraf di pinggang selama setahun terakhir.
Meski rutin diingatkan untuk lebih banyak beristirahat, Siti tetap menolak. Beberapa terapi telah dijalani dan hingga kini ia masih rutin mengonsumsi obat resep dokter.
“Yang seperti bunda dengan memilih tetap kerja meski sakit gitu tuh menurut aku enggak semua orang bisa, tapi bunda ya tetep kerja, tetep ke pasar,” terang Salwa.
“Kebetulan terapi baru saja selesai beberapa bulan terakhir, tapi bunda masih terus minum obat. Kayaknya pernah karena sakit ini lagi kambuh, bunda harus istirahat total,” sambungnya.
Melalui wawancara ini, Salwa mendoakan ibunya agar kembali sehat dan bisa mempercayai dirinya untuk memikul tanggung jawab keluarga.
“Aku cuma ingin bunda sehat kembali, kan aku juga udah mulai kerja setelah lulus SMK. Ya walaupun cuma kasih sedikit per bulannya, tapi setidaknya bisa mengurangi kerjaan bunda yang selalu banyak,” lanjut dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kisah Siti, Ibu Tangguh yang Menolak Menyerah demi Keluarga Tercinta Megapolitan 2 Desember 2025


/data/photo/2025/11/29/692aee9879244.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5427178/original/048594400_1764330569-Gus_yahya_rotasi_pejabat_PBNU.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

/data/photo/2025/12/06/69340d46b04da.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69340c90d8e99.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/05/6932c987197cb.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/06/24/685a6fb8bf3cb.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/6933d218396ce.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/6933b0d037df8.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)