Pedagang Thrifting Pasar Senen: Kalau Ditutup, Mati Usaha Kita
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pedagang di Pasar Senen, Alfi (45) menolak rencana kebijakan larangan thrifting atau pakaian bekas impor yang akan diterapkan pemerintah.
Alfi yang sudah berdagang di
Pasar Senen
selama 15 tahun mengatakan
larangan thrifting
akan menghilangkan mata pencahariannya.
“Ya, kalau saya sih gimana ya, pengennya mah tetap boleh gitu. Kita kan cuma dagang, cuma cari duit, masa kita enggak boleh,” kata Alfi saat ditemui
Kompas.com
di Pasar Senen, Minggu (30/11/2025).
Alfi mengaku khawatir impor pakaian bekas ditutup total tanpa solusi yang jelas. Karena ia bingung harus menghidupi keluarganya, selain berdagang pakaian thrifting.
“Kalau ini ditutup, mati (usaha) kita, Mas. Kita di sini kan bukan maling, kita dagang. Bayar sewa kios, bayar listrik, resmi semua kita di sini,” keluhnya.
Alfi menceritakan bahwa selama 10 tahun pertama berdagang menjual pakaian produk lokal. Ia mengambil stok pakaian baru dari sentra produksi di Bandung, Jawa Barat.
Namun pandemi Covid-19 membuat usahanya jatuh dan hampir bangkrut.
“Kalau dulu awal-awal itu biasa, baju-baju dari Bandung. Dulu kan zamannya gitu, tapi berhenti pas pandemi. Hampir bangkrut saya,” ucap Alfi.
Saat itu, stok barang dagangannya menumpuk tidak terjual karena tak adanya pembeli yang datang ke pasar.
Menurutnya, salah satu alasannya adalah karena daya beli masyarakat yang merosot selama masa pandemi.
“Orang lagi susah makan pas pandemi, kayaknya enggak mikirin beli baju baru harga ratusan ribu. Di situ saya pusing, sampai hampir bangkrut itu saya,” ungkapnya.
Di tengah himpitan ekonomi pascapandemi, Alfi melihat sejumlah kios mulai ramai diminati pembeli yang memburu
pakaian bekas impor
.
Ia melihat potensi thrifting yang menjanjikan karena harganya sangat miring, tetapi kualitasnya masih layak pakai.
Ia kemudian mempelajari sistem penjualan thrifting dari rekannya, dan beralih dari kaus asal Bandung menjadi pakaian bekas impor.
“Dulu awalnya enggak ngerti, bal-balan dari impor itu gimana, kan agak beda ya. Kalau di Bandung udah kenal sama yang punya. Tapi karena lagi ramai, lebih murah juga, akhirnya jadi ke thrift,” ucap dia.
Transisi itu, menurut Alfi, adalah penyelamat hidupnya, karena dengan modal yang relatif lebih rendah, ia bisa mendapatkan volume barang yang banyak.
“Jujur aja, ini yang nyelamatin lah. Ngikutin aja, ternyata emang ramai kan thrifting gini. Orang punya duit Rp 50.000 sudah bisa dapet baju bagus, bermerek. Kalau beli baru kan enggak dapet segitu,” jelas Alfi.
Terkait narasi bahwa
pedagang thrifting
mematikan UMKM lokal, Alfi tak setuju. Ia juga merasa bagian dari UMKM yang seharusnya dilindungi.
“Kadang sakit hati lah dibilang kita matiin produk lokal. Lah, kan kita juga orang lokal,” tuturnya.
Ia berharap pemerintah tidak memandang pedagang thrifting sebagai ilegal. Bahkan, ia mengaku siap dipajaki, asal dalam jumlah yang wajar.
“Kalau mau dipajakin mah berat, tapi ya asal wajar. Yang penting jangan ditutup aja,” tegasnya.
Alfi menitipkan pesan kepada pemerintah agar tetap memperhatikan keberlangsungan usaha rakyat kecil seperti dirinya.
“Semoga ya tetap bisa usaha lah, jangan ditutup gitu, kita mau cari makan di mana nanti kan,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Pedagang Thrifting Pasar Senen: Kalau Ditutup, Mati Usaha Kita Megapolitan 30 November 2025
/data/photo/2025/12/06/69342da64f7be.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2023/06/30/649e60ba08ed5.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69341f9033588.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69340c90d8e99.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/08/09/6896da5e4748b.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)