Warisan VOC yang Terlupakan, Gudang Kayu di Penjaringan Memudar di Tengah Genangan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Di balik megahnya Museum Bahari, terdapat kompleks gudang kayu bersejarah di RT 02 RW 04, Penjaringan, Jakarta Utara, yang kini kondisinya sangat memprihatinkan.
Keberadaan
gudang kayu
bersejarah ini cukup tersembunyi. Akses masuknya hanya berupa gang kecil yang berada persis di belakang Museum Bahari.
Kompleks gudang kayu tersebut sering kali tidak terlihat karena area depannya sudah diisi oleh beberapa rumah warga dan ditutupi pagar besi.
Namun, jika masuk melalui gang di samping rumah warga, bangunan kayu bersejarah itu baru akan tampak.
Para penghuni rumah merupakan keluarga veteran dan polisi. Salah satunya adalah Halimah (51) yang mendapatkan warisan rumah dari kakeknya.
“Di sini dulu kakek, kakek saya veteran. Cuma kakek kan pindah ke Bogor, jadi saya yang mempatin, cuma sekarang udah pada enggak ada, udah meninggal ya udah cucunya aja yang menempati,” tutur Halimah saat diwawancararai
Kompas.com
di lokasi, Kamis (27/11/2025).
Dulu, salah satu bangunan kayu ini sempat dibuat menjadi kamar 12 pintu yang saling berhadapan untuk asrama para veteran dan polisi.
Tapi, karena banyak penghuni yang sudah pindah, warga yang masih bertahan berinisiatif untuk menyekat bangunan tersebut menjadi petak-petak rumah.
Meski masih berada dalam satu bangunan, kini setiap keluarga memiliki pintu masing-masing yang mengarah ke sisi kanan
bangunan bersejarah
itu.
“Karena dulunya, ini kan bentuknya kamar saling berhadapan, cuma karena mereka pada pindah kita diizinkan buat merapihkan jadi rumah masing-masing tapi enggak boleh permanen,” jelas dia.
Arsitektur bangunan peninggalan Belanda ini masih tampak utuh dari bagian depan sekalipun sudah dipetakan menjadi rumah-rumah kecil,
Kayu ulin yang digunakan pada bangunan ini masih bertahan meski warnanya telah memudar menjadi keputihan dan banyak bagian yang mulai rusak.
Pintu masuk bangunan tersebut juga masih dipertahankan dan tidak diubah oleh warga, meski sudah tidak lagi difungsikan sebagai akses keluar-masuk.
Lantainya tetap menggunakan kayu asli peninggalan era Belanda. Warga hanya menambahkan karpet plastik di atasnya sebagai alas sehingga terlihat menyerupai keramik.
Area depan bangunan kayu yang dihuni warga telah diuruk menggunakan puing-puing agar menyerupai daratan.
Sementara itu, tiga bangunan lainnya sudah dikelilingi air dan eceng gondok akibat saluran air yang tidak berfungsi.
Genangan air perlahan menggerogoti kekokohan bangunan kayu yang telah berdiri sejak era kolonial tersebut.
Salah satu bangunan bahkan atapnya sudah roboh karena kayu penopangnya menghitam, berlumut, dan keropos akibat terkena hujan dan panas selama ratusan tahun.
Sejarawan Asep Kambali menjelaskan bahwa total bangunan yang ada di kompleks pergudangan kayu itu awalnya berjumlah sembilan.
Namun, beberapa sudah hancur sehingga kini seharusnya tersisa enam bangunan kayu.
“Bahkan, dari sembilan bangunan itu, satu bangunan beton sudah hancur atau ambruk dan satu atau dua yang juga ambruk, jadi sisa bangunan hanya ada enam kurang lebih,” ujar Asep kepada
Kompas.com
, Kamis (27/11/2026).
Namun, Asep menyayangkan karena bangunan bersejarah tersebut dibiarkan begitu saja hingga semakin terbengkalai dan perlahan runtuh.
Bangunan kayu itu bukan sekedar gudang biasa, tetapi memiliki nilai sejarah yang tinggi dan seharusnya bisa dilestarikan.
Secara historis, gudang kayu merupakan bagian dari kompleks Pelabuhan Batavia yang kini bernama Pelabuhan Sunda Kelapa.
“Nah, area pergudangan ini digunakan untuk menyimpan komoditas, baik di masa VOC (berupa) rempah-rempah, di masa Hindia-Belanda itu komoditas lain seperti kopi, teh. Jadi ini adalah gudang komoditas yang digunakan oleh Belanda,” ucap Asep.
Bangunan-bangunan ini dahulu disebut sebagai gudang sisi barat atau Westzidjche Zeeburg/Pakhuis, yang menjadi satu kesatuan dengan Museum Bahari.
Ada juga gudang sisi timur yang kini tidak lagi eksis dan hanya menyisakan beberapa dinding yang menyatu dengan Benteng Kota Batavia.
Sebagai sejarawan, Asep menilai kondisi bangunan bersejarah ini semakin memprihatinkan karena diabaikan.
“Terus terang dari foto yang beredar bahkan saya mengunjungi sampai hari ini semakin terpuruk. Saya dulu pernah melihat gudang ini tidak berair, sekarang sudah terendam air, semakin terpuruk, semakin rusak,” ucap Asep.
Sekitar tahun 1990-an, kompleks gudang kayu itu belum terendam air seperti saat ini sehingga bangunannya masih sangat kokoh.
Namun, seiring berjalannya waktu dan terjadi peningkatan muka air laut, maka sembilan bangunan kayu bersejarah di belakang Museum Bahari semakin tenggelam dan hancur secara perlahan.
Padahal, sebagai
gudang penyimpanan rempah VOC
, bangunan ini seharusnya dijaga dan dilestarikan sebagai bukti sejarah.
Gudang-gudang kayu seperti ini merupakan satu-satunya di dunia dan hanya terdapat di Indonesia.
“Kenapa saya sangat prihatin karena tidak ada di Indonesia atau daerah mana pun model gudang seperti ini, ini satu-satunya bahkan ini di dunia, sejauh ini dengan gaya arsitektur demikian ini adalah satu-satunya di dunia,” jelas Asep.
Jika bangunan bersejarah itu terus didiamkan sampai akhirnya hilang, pemerintah dan warga Jakarta dianggap gagal melestarikan sejarah penting yang ada.
Selain itu, hilangnya bangunan ini akan memutus cerita sejarah Batavia VOC dan menyulitkan generasi mendatang memahami masa kolonial.
Kondisinya yang semakin terbengkalai membuat gudang penyimpanan rempah VOC ini membutuhkan renovasi.
Asep bahkan menyarankan agar gudang ini dimasukkan ke dalam kawasan Museum Bahari.
Dengan demikian, masyarakat yang berkunjung dapat melihat perbedaan arsitektur antara gudang kayu bersejarah dan bangunan Museum Bahari.
“Kalau Museum Bahari terbuat dari beton, nah gudang kayu ini terbuat dari kayu maka sangat berbeda ada keunikannya karena hanya ada satu di dunia dan ini yang tersisa,” jelas Asep.
Menurut Asep, pemerintah perlu melakukan penyelamatan darurat, yakni memompa air yang menggenang dan memperbaiki drainase agar air dapat mengalir.
Setelah itu, perlu dilakukan kajian teknis, dokumentasi tiga dimensi, penelitian struktur kayu dan pondasi, penelusuran arsip di Indonesia dan Belanda, serta kajian tipologi bangunan.
Tahap berikutnya adalah restorasi atau perbaikan yang harus mengikuti prinsip konservasi cagar budaya, yaitu mempertahankan sebanyak mungkin material asli.
Kemudian harus ditambahkan fungsi baru pada bangunan kayu ini agar lebih menarik bagi masyarakat.
“Harus ada fungsi baru yang aplikatif. Misal lebih rekreatif kah, edukatif kah, bisa digunakan sebagai naluri sejarah atau masuk ke dalam kawasan Museum Bahari tadi,” ujar Asep.
Asep berujar, pemerintah harus memastikan siapa pemilik bangunan tersebut sebelum melakukan renovasi.
Berdasarkan sejarah, bangunan kayu ini memiliki beberapa kali pergantian kepemilikan.
“Memang ada beberapa kepemilikan, kalau enggak salah yang terakhir itu perusahaan tekstil dan memang zaman orde baru gedung-gedung Belanda ditangani oleh militer, pertama oleh angkatan darat dan kepolisian,” ungkap Asep.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Mochamad Miftahulloh Tamary menyampaikan, pemilik aset bangunan bersejarah itu adalah PT Texmaco.
“Pernah digunakan oleh P.N. Sandhang sebagai gudang penyimpanan tekstil. Sempat juga digunakan sebagai asrama tentara,” jelas Miftah.
Namun, Dinas Kebudayaan DKI tidak bisa memastikan kapan gedung itu mulai berhenti beroperasi sampai akhirnya terbengkalai seperti sekarang ini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Warisan VOC yang Terlupakan, Gudang Kayu di Penjaringan Memudar di Tengah Genangan Megapolitan 28 November 2025
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5430000/original/050997400_1764649358-1.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

/data/photo/2025/11/27/692864f357188.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5401457/original/055107900_1762171121-Kepala_BNPB.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69342da64f7be.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2023/06/30/649e60ba08ed5.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69341f9033588.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69340c90d8e99.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/08/09/6896da5e4748b.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)