Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kala Dedi Mulyadi Tantang Balik Purbaya Buka Data Dana APBD yang Mengendap di Bank Megapolitan 22 Oktober 2025

Kala Dedi Mulyadi Tantang Balik Purbaya Buka Data Dana APBD yang Mengendap di Bank
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com –
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menantang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membuka data daerah yang disebut menahan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk simpanan di bank.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (20/10/2025).
Pernyataan itu disampaikan menanggapi pernyataan Purbaya yang sebelumnya menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah hingga menyebabkan dana sebesar Rp 234 triliun masih mengendap di bank per akhir September 2025.
Dari total tersebut, Jawa Barat tercatat memiliki simpanan terbesar kelima dengan nilai Rp 4,17 triliun.
Purbaya menilai, lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi program di daerah.
“Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujarnya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Ia menegaskan, rendahnya serapan APBD membuat uang daerah terus menumpuk di bank.
“Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang Pemda yang menganggur di bank sampai Rp 234 triliun,” tutur Purbaya.
Ia pun mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat realisasi anggaran.
“Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” tegasnya.
Dedi menilai tudingan Purbaya tidak sepenuhnya tepat karena tidak semua daerah menahan belanja atau menimbun uang di perbankan.
Menurut dia, sebagian pemerintah daerah justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya cepat dirasakan masyarakat.
Dedi mendesak pemerintah pusat membuka daftar daerah-daerah yang benar-benar menaruh uang APBD dalam deposito agar meminimalisir opini negatif terhadap daerah lain.
“Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito,” kata Dedi.
“Hal ini sangat penting untuk menghormati daerah-daerah yang bekerja dengan baik,” tambahnya.
Selain itu, Dedi meminta pemerintah pusat juga memeriksa dana APBN yang mungkin masih mengendap di sejumlah kementerian.
Ia menilai istilah “dana mengendap” tidak sepenuhnya tepat digunakan karena uang yang telah masuk ke kas daerah tidak langsung bisa dibelanjakan seluruhnya.
“Nah, kemudian juga kami pertanyakan juga, apakah dana yang tersimpan itu yang belum dibelanjakan sepenuhnya hanya ada di kabupaten, kota, dan provinsi? Apakah di kementerian hari ini sudah habis dananya? Ya, dicek saja,” terang Dedi.
Dedi juga mengoreksi data yang disampaikan Purbaya. Menurut dia, sisa dana APBD Jawa Barat yang tersimpan dalam bentuk giro sebesar Rp 2,41 triliun, bukan Rp 4,17 triliun seperti disebutkan pemerintah pusat.
“Bukan Rp 4 triliun, tapi Rp 2,4 triliun. Oh, tapi
Alhamdulillah
, kalau di Bank Indonesia (BI) masih ada dana Pemprov Jabar Rp 4 triliun,” ucap Dedi saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (21/10/2025).
Ia menambahkan, hingga Desember 2025, Pemprov Jabar masih membutuhkan dana sekitar Rp 5–6 triliun untuk menuntaskan belanja daerah.
Karena itu, Pemprov Jabar sementara menggunakan kas daerah untuk belanja modal, sambil menunda belanja barang dan jasa.
“Sampai akhir Desember kami masih perlu lagi sekitar Rp 5 triliun lagi. Jadi nanti di Desember, mungkin bisa malah kurang kalau saya dorongin terus pembangunannya,” ujar Dedi.
Dedi juga menyebut masih ada dana transfer dari pemerintah pusat yang belum dibayarkan seluruhnya, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH).
“Di mana minus (Rp 5 triliun) itu menutupi? Ya nunggu pendapatan daerahnya masuk, dana transfer dari pemerintah pusatnya masuk, termasuk juga kurang bayarnya pemerintah pusat pada Provinsi Jawa Barat,” jelasnya.
“Dana DBH yang tahun lalu belum lunas bayarnya, masih Rp 191 miliar lagi belum lunas tuh,” sambung Dedi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.