Massa Petani Sebut Surplus Beras Tak Sesuai Fakta: Yang Terjadi Harga Beras Mahal
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Massa petani menyuarakan kegelisahan saat demo memperingati Hari Pangan Sedunia 2025 di kawasan Silang Selatan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).
Zulfikar (28), petani muda asal Indramayu, Jawa Barat, menyebut surplus beras yang diumumkan pemerintah tidak mencerminkan kondisi di lapangan.
Fakta di desa justru menunjukkan petani masih berjuang keras agar bisa menutup biaya produksi.
“Kalau surplus betulan, mestinya harga stabil dan petani sejahtera. Tapi yang terjadi malah sebaliknya: harga gabah rendah, beras mahal, dan impor jalan terus,” ujar Zulfikar kepada Kompas.com dalam aksi Hari Pangan Sedunia 2025 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).
Zulfikar menyoroti ketimpangan antara klaim data pemerintah dan realitas distribusi serta serapan gabah di lapangan.
“Bulog memang menyerap gabah, tapi porsinya kecil. Dari sekitar 15 juta ton gabah yang dihasilkan petani, hanya 3 juta ton yang diserap Bulog. Sisanya dikuasai pengusaha besar,” katanya.
Dia mengatakan petani lebih memilih menjual gabah ke tengkulak atau pedagang besar ketimbang ke Bulog karena perbedaan harga yang cukup signifikan.
“Bulog beli di harga Rp 6.500 per kilo, sedangkan tengkulak berani bayar sampai Rp 8.000. Petani tentu memilih yang lebih tinggi. Jadi bagaimana Bulog bisa menstabilkan harga kalau stoknya kalah?” ujar Zulfikar.
Sebagai petani padi di lahan satu hektar hasil program reforma agraria, Zulfikar mengaku mampu menghasilkan 7–8 ton gabah per panen dengan pendapatan kotor sekitar Rp 45 juta.
Namun setelah dikurangi biaya produksi dan masa tanam empat bulan, penghasilannya hanya sekitar Rp 5 juta per bulan.
“Itu pun kalau cuaca bagus dan tidak ada gagal panen. Jadi, petani ini masih jauh dari sejahtera,” katanya.
Dalam aksi Hari Pangan Sedunia di Monas, Zulfikar bersama ratusan anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) menuntut pemerintah menjalankan reforma agraria sejati dan mengakhiri impor beras, yang dinilai mengancam kedaulatan pangan nasional.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) berulang kali menegaskan bahwa stok beras nasional masih aman.
Bahkan, stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog disebut mencapai 3,5 juta ton, tertinggi dalam sejarah.
Pemerintah juga memperkirakan surplus beras hingga akhir 2025 bisa mencapai 9,3 juta ton, dengan kelebihan 3,6 juta ton pada pertengahan tahun.
Namun, di sisi lain, harga beras di pasaran justru terus meningkat. Temuan Ombudsman RI menunjukkan harga beras medium di sejumlah daerah sudah menembus Rp 14.000 per kilogram, sedangkan beras premium mencapai Rp 16.000 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menyebut fenomena ini sebagai bentuk “anomali pangan”.
“Pagi tadi saya cek di pasar modern, rak beras kosong. Sudah diganti Aqua. Ini genting,” ujar Yeka dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Temuan itu juga selaras dengan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, yang mencatat harga rata-rata beras medium dan premium pada Agustus 2025 mengalami kenaikan dibanding bulan sebelumnya di seluruh zona wilayah Indonesia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Massa Petani Sebut Surplus Beras Tak Sesuai Fakta: Yang Terjadi Harga Beras Mahal Megapolitan 16 Oktober 2025
/data/photo/2023/08/28/64ec7c8b95ce2.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/05/693230daa69eb.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/6933b85c67abd.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/05/6932c987197cb.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2021/02/11/6024c5b6d9ffc.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69339b3d46a34.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)