Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Segini Harga Asli Tarif MRT Jakarta Jika Tak Disubsidi Megapolitan 10 Oktober 2025

Segini Harga Asli Tarif MRT Jakarta Jika Tak Disubsidi
Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com –
MRT Jakarta memastikan tarif layanan tidak akan naik meski Dana Bagi Hasil (DBH) DKI Jakarta dipangkas pemerintah pusat hingga Rp 15 triliun.
Namun di balik harga tiket yang kini hanya Rp 14.000 untuk rute Lebak Bulus–Bundaran HI, ternyata biaya riil perjalanan MRT tanpa subsidi mencapai Rp 32.000 per penumpang.
Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, mengungkapkan, sejak awal pihaknya menyadari transportasi publik modern seperti MRT membutuhkan subsidi besar untuk menjaga keterjangkauan harga bagi warga.
Karena itu, perusahaan berupaya mengembangkan skema pendapatan
non-farebox
, yakni sumber pendapatan di luar tiket.
“Sejak kami beroperasi pada 2019, kami memegang prinsip
non-farebox revenue
. Hal ini digunakan untuk memastikan perusahaan tetap berkelanjutan dan tidak terlalu bergantung pada subsidi,” ujar Tuhiyat dalam kelas MRTJ Fellowship Program 2025 di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Pendapatan
non-farebox
yang dimaksud, lanjutnya, berasal dari iklan di stasiun dan kereta, penjualan hak penamaan (
naming rights
), penyewaan area komersial, hingga kerja sama pemanfaatan ruang publik di sekitar stasiun.
Strategi ini disebut efektif menjaga stabilitas keuangan perusahaan, terutama saat subsidi atau dukungan anggaran dari Pemprov DKI terganggu.
“Ada DBH, tidak ada DBH, MRT Jakarta sejak awal kami upayakan
non-farebox
. Jadi memang ada pendapatan dari tarif penumpang, dan kalau
ridership
-nya naik, tetap ditopang oleh subsidi atau PSO (
Public Service Obligation
) dari pemerintah,” jelasnya.
Tuhiyat menegaskan, subsidi sebesar Rp 18.000 per penumpang saat ini menjadi kunci agar tarif MRT tetap terjangkau.
Tanpa dukungan PSO, biaya perjalanan penuh akan jauh lebih mahal dan berisiko menurunkan jumlah pengguna.
“Sebetulnya nilai ekonomi kita itu di Rp 32.000. Jadi Rp 18.000 disumbang pemerintah dalam bentuk PSO. Untuk membuat perusahaan ini sustain bagaimana? Melalui
non-farebox
tadi,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo menegaskan tidak ada rencana menaikkan tarif transportasi massal seperti MRT dan LRT Jakarta.
Berdasarkan kajian, tarif yang berlaku saat ini masih sesuai dengan kemampuan bayar (
ability to pay
) dan kemauan bayar (
willingness to pay
) masyarakat.
“Dari sisi perhitungan kami, tidak ada kenaikan tarif, baik MRT maupun LRT. Berdasarkan kajian
willingness to pay
dan
ability to pay
pengguna, tarif yang berlaku saat ini masih sesuai dengan kemampuan masyarakat,” tutur Syafrin.
Meski begitu, Syafrin mengakui, Transjakarta kemungkinan perlu penyesuaian tarif dalam waktu dekat.
Pasalnya, harga tiket layanan tersebut belum pernah naik sejak dua dekade terakhir.
“Tarif itu terakhir ditetapkan tahun 2005, yakni Rp 3.500. Jadi kalau melihat dari analisis, penyesuaian tarif untuk Transjakarta memang seharusnya sudah dibutuhkan, walaupun belum dilakukan,” katanya.
Dengan kondisi fiskal DKI yang lebih ketat akibat pemangkasan DBH, upaya MRT Jakarta memperkuat pendapatan
non-farebox
menjadi krusial.
Strategi ini sejalan dengan arah pembangunan transportasi perkotaan berkelanjutan yang tidak hanya mengandalkan subsidi, tetapi juga mengoptimalkan nilai ekonomi dari sistem dan infrastruktur yang ada.
Melalui pendekatan ini, MRT Jakarta diharapkan tidak hanya menjadi moda transportasi efisien, tetapi juga penggerak ekonomi kota lewat pengelolaan ruang publik, kemitraan bisnis, dan inovasi layanan yang terintegrasi.
(Reporter: Dzaky Nurcahyo | Editor: Abdul Haris Maulana)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.