Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kesal Bunyi Strobo di Jalan, Warga: Kalau Lewat, Pengin Kempesin Bannya Megapolitan 21 September 2025

Kesal Bunyi Strobo di Jalan, Warga: Kalau Lewat, Pengin Kempesin Bannya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah warga Jakarta mengungkap kekesalannya atas bunyi strobo dan sirene yang berasal dari kendaraan yang melintas ketika jalan raya macet.
Naufal (31), misalnya, yang mengaku bahwa raungan bunyi sirene justru membuat suasana panas.
“Kalau ada bunyi-bunyi gitu langsung tembak aja lah, matiin aja. Kalau bisa sih kempesin aja bannya,” ujar Naufal kepada
Kompas.com
, Minggu (21/9/2025).
Hal serupa datang dari Dwi (40), karyawan swasta yang mengaku sering terganggu oleh kendaraan berpelat merah maupun hitam yang berjalan dengan pengawalan.
“Kalau lihat yang maksa minta jalan itu pengin aku kempesin bannya. Karena kita sama-sama pekerja, sama-sama bayar pajak. Mereka buru-buru, kita juga buru-buru,” kata Dwi.
Keluhan lain datang dari Tami (39), karyawan swasta yang juga kerap bersinggungan dengan iring-iringan kendaraan pejabat di Jakarta.
Menurutnya, alasan “buru-buru rapat” tidak bisa dijadikan pembenaran untuk penggunaan kendaraan dinas yang dilengkapi strobo memaksa meminta jalan.
“Kalau rapat jam 9, ya berangkat lebih pagi dong. Kita pekerja juga begitu. Kalau mereka pakai sirene padahal cuma mau meeting di Senayan, itu mengganggu banget,” ujar Tami.
Ia berharap pejabat lebih bijak menggunakan fasilitas negara yang dibiayai oleh rakyat.
“Kecuali kalau ada event besar seperti KTT ASEAN, mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi kalau hanya aktivitas harian, jangan,” tambahnya.
Fenomena ini bukan pertama kali dikeluhkan warga. Sebelumnya, gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” ramai di media sosial sebagai bentuk protes terhadap penyalahgunaan strobo dan sirene.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menyebut, hanya kendaraan prioritas seperti ambulans, pemadam kebakaran, mobil jenazah, tamu negara, dan konvoi tertentu yang boleh menggunakan strobo dan sirene.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135, kendaraan pribadi tidak termasuk dalam kategori itu,” kata Ojo.
Pelanggar, lanjutnya, bisa dijerat Pasal 287 Ayat 4 dengan ancaman kurungan satu bulan atau denda Rp250.000.
Naufal menilai, aturan yang sudah ada seharusnya ditegakkan lebih tegas.
“Kalau ASN atau pejabat biasa, ngapain juga dikasih jalan. Kita ini sama-sama bayar pajak,” ujarnya.
Sementara Dwi mengingatkan, justru pejabat yang membuat aturan harus memberi contoh.
“Bukan malah menyalahgunakan. Kalau semua orang bisa beli jalan dengan uang, ya lalu lintas kita makin semrawut,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.