Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Belum Ada Perusuh dan Penjarah yang Ditetapkan Pasal Makar… Megapolitan 5 September 2025

Belum Ada Perusuh dan Penjarah yang Ditetapkan Pasal Makar…
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Penjarahan dan perusakan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, termasuk Jakarta, dalam beberapa hari terakhir menimbulkan kehebohan.
Namun dari semua perusuh dan penjarah yang ditangkap polisi, hingga kini belum ada tersangka yang dijerat dengan pasal makar.
Meski Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menilai ada indikasi tindakan makar di balik kerusuhan, penegak hukum tetap menjerat pelaku yang ditangkap dengan pasal berlapis sesuai tindak pidana nyata yang mereka lakukan.
Rumah anggota DPR Eko Partio, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi sasaran orang tak dikenal.
Dua pemuda ditangkap polisi karena diduga menjarah rumah Sri Mulyani di Pondok Karya, Pondok Aren, Tangerang Selatan.
“Yang kami lihat barang berupa mainan anak-anak maupun peralatan makan. Mereka bercerita barang tersebut ditemukan bercecer di pinggir jalan,” ujar Panit Binmas Polsek Pondok Aren IPTU Rahmat Gunawan, Senin (1/9/2025).
Hasil penyelidikan dengan rekaman video menunjukkan kedua pemuda tersebut ikut melakukan penjarahan, sehingga langsung ditahan di Polres Tangerang Selatan.
Di Jakarta Timur, 10 orang ditetapkan sebagai tersangka terkait penjarahan rumah presenter sekaligus anggota DPR RI, Uya Kuya.
“6 yang menjarah, 4 yang menyerang petugas karena kehadiran polisi dianggap mengganggu mereka,” jelas Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Dicky Fertofan.
Polisi juga mengantongi identitas salah satu provokator dan tengah melakukan pengejaran.
Polda Metro Jaya menangkap enam orang, termasuk Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, yang disebut sebagai admin media sosial.
Mereka diduga menghasut pelajar untuk melakukan aksi anarkis di Jakarta setelah demo pada 25 dan 28 Agustus 2025.
“Peran mereka ini memancing masyarakat, khususnya pelajar dan anak-anak sekolah, untuk datang ke gedung DPR/MPR RI. Sebagian di antaranya kemudian melakukan aksi anarkis berupa perusakan, pembakaran fasilitas umum, hingga penjarahan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi.
Keenam tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 160 KUHP, dan/atau Pasal 45A ayat (3) junto Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, dan/atau Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Penangkapan serupa juga terjadi di daerah lain.
Di Makassar, kerusuhan menelan empat korban jiwa dan menimbulkan kerugian materi Rp 253 miliar.
Di Palopo dan Medan, puluhan orang ditangkap akibat kerusuhan yang melibatkan perusakan fasilitas publik.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut sebanyak 3.095 orang telah ditangkap terkait demonstrasi di berbagai daerah, dengan jumlah terbesar di Jakarta, yakni 1.438 orang.
“Hari-hari terakhir ini, Jakarta itu kurang lebih 1.438, Jawa Barat itu 386, Jawa Tengah itu 479, Yogyakarta paling tidak sembilan kasus penangkapan, Jawa Timur itu 556 korban penangkapan,” ujar Usman.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa aksi yang terjadi mengarah kepada tindakan makar dan terorisme.
“Kita tidak dapat pungkiri bahwa sudah mulai kelihatan gejala adanya tindakan-tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan ada yang mengarah kepada makar dan terorisme,” kata Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (31/8/2025).
Ia menegaskan pemerintah tetap menghormati aspirasi damai masyarakat. Namun, setiap tindakan anarkis, perusakan fasilitas umum, maupun penjarahan rumah warga merupakan pelanggaran hukum yang harus ditindak tegas sesuai aturan.
Meski indikasi makar disebut, hingga kini tidak ada tersangka yang dijerat pasal makar.
Para pelaku dikenai pasal yang relevan dengan aksi nyata, mulai dari perusakan, penjarahan, penghasutan, hingga kekerasan terhadap aparat.
Hal ini terlihat dari pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat tersangka, mulai dari Pasal 160 KUHP, Undang-Undang ITE, hingga Undang-Undang Perlindungan Anak, menunjukkan fokus kepolisian adalah menindak perbuatan kriminal konkret, bukan dugaan politis.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.