Mengapa Terdakwa Judol Komdigi Minta Tenaga Ahli KPK Buat Software Clandestine?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tenaga ahli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Raihan (22), mengungkapkan latar belakang terdakwa Adhi Kismanto memintanya membuat perangkat lunak atau software bernama Clandestine untuk mengumpulkan atau meng-
crawling
situs judi online (judol).
Hal tersebut diungkapkan Raihan saat dihadirkan sebagai saksi fakta dalam persidangan praktik melindungi situs judi online (judol) agar tidak terblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
“Tahu atau diceritakan oleh Adhi Kismanto latar belakangnya kenapa bikin Clandestine?” tanya jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025).
“Dia pernah cerita kepada saya, dia cukup sedihlah melihat tukang parkir main judi online. ‘Tukang parkir kan enggak ada duitnya, terus ditipu lagi dengan judi online. Akhirnya dia makin sengsara’,” jawab Raihan menirukan perkataan Adhi.
Mendengar pernyataan Adhi, hati Raihan tergugah. Ia justru semakin bersemangat untuk membuat software Clandestine ini.
Dalam kasus ini, Raihan merupakan development atau pengembang dari software Clandestine. Ia hanya membuat berdasarkan kesepakatan dengan Adhi tanpa terlibat dalam mengoperasikannya.
Adhi meminta Raihan membuat software Clandestine yang sedang dibutuhkan oleh Kominfo untuk mengumpulkan atau crawling situs-situs judol lalu diblokir.
Kendati demikian, saat itu Raihan belum mengetahui secara pasti apakah Adhi sudah bekerja sebagai tengah ahli di Kementerian Kominfo atau belum.
“Karena saya sudah lost kontak beberapa tahun, baru berhubungan lagi. Namun saya belum tahu apakah dia sudah bekerja di Kominfo atau belum. Tapi yang saya tahu, dia memiliki proyek di Kominfo,” kata Raihan.
Sepengetahuan Raihan, software Clandestine ini akan digunakan oleh sebuah tim yang bernama “Tim Galaxy”.
Namun, ia tidak mengetahui secara pasti apakah tim tersebut merupakan bagian dari struktur resmi Kementerian Kominfo atau hanya tim bentukan Adhi.
“Saya tidak diceritakan secara detail. Tapi, yang saya tahu, yang diceritakan dia adalah, Tim Galaxy ini tugasnya untuk memverifikasi apakah link yang dihasilkan oleh tools Clandestine ini merupakan situs judi atau bukan,” ungkap dia.
Dari pembuatan software Clandestine ini, Raihan mendapatkan pembayaran senilai Rp 200 juta.
“Saya pernah diberikan pembayaran sebesar Rp 200 juta dari Adhi Kismanto. Untuk nilai pagunya atau semacamnya, saya kurang tahu, karena saya hanya bekerja sama dengan Adhi Kismanto. Jadi, saya deal-dealan harganya melalui Adhi Kismanto,” tegas dia.
Raihan memastikan, software Clandestine juga dapat mengumpulkan konten-konten ilegal seperti pornografi.
Namun, dia juga memastikan, alat ini tidak dapat dipergunakan untuk menjalani praktik membekingi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo.
Diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol. Para terdakwa yang baru diketahui adalah Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Dalam perkara dengan terdakwa klaster koordinator, para terdakwa dikenakan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Serta juga Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Mengapa Terdakwa Judol Komdigi Minta Tenaga Ahli KPK Buat Software Clandestine? Megapolitan 19 Juni 2025
/data/photo/2025/11/28/692960aa0ff02.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/11/01/69059ead07126.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/6929609e5bd37.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69340c90d8e99.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/08/09/6896da5e4748b.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69340d46b04da.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2013/05/20/1108584-bil--inspeksi-mendadak--780x390.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)