Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pesan Sosial Kebangsaan Mudik dan Halalbihalal Tren 2 April 2025

Pesan Sosial Kebangsaan Mudik dan Halalbihalal
Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.
MUDIK
dan
halalbihalal
bukan hanya sekadar tradisi keluarga atau agama, tetapi juga membawa pesan sosial yang sangat penting bagi kebangsaan.
Mudik
adalah fenomena yang melibatkan banyak orang dari berbagai suku, budaya dan profesi beragam yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ketika kembali ke kampung halaman, mereka membawa identitas masing-masing, tapi di bawah satu tujuan: untuk merayakan hari raya bersama. Yang akan menumbuhkan rasa persatuan di tengah keragaman suku bangsa.
Dalam konteks kebangsaan,
mudik
mengingatkan kita bahwa meskipun berbeda-beda, kita tetap satu bangsa, Indonesia.
Mudik adalah perjuangan kembali ke kampung halaman, bertemu dengan keluarga, dan kembali kepada akar spiritual manusia.
Momentum untuk merayakan kemenangan setelah menjalani bulan puasa dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.
Mudik menjadi cara untuk mengingatkan diri kita akan pentingnya hubungan dengan keluarga dan komunitas asal, yang merupakan bagian dari tradisi perjalanan hidup manusia.
Dengan melaksanakan tradisi, kita bukan hanya menjaga ikatan kekeluargaan, tetapi juga menghormati warisan budaya, yang sudah diwariskan oleh generasi sebelumnya.
Esensi nasionalisme hakikatnya adalah menyatunya manusia dengan tanah dan air yang mereka pijat sejak lahir maupun yang dipijak saat ini.
Halalbihalal
memberikan kesempatan untuk bersyukur atas kemerdekaan yang kita nikmati saat ini, serta untuk merenungkan peran kita sebagai warga negara dalam menjaga dan membangun Indonesia kedepan yang lebih baik, meski saat ini dirasakan oleh sebagian orang, Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Mudik dan halalbihalal juga memberikan momen untuk saling berbagi pemikiran dan ide dalam rangka membangun bangsa.
Dalam pertemuan keluarga atau komunitas, diskusi yang muncul sering kali mencakup isu-isu sosial dan kebangsaan. Ini adalah kesempatan untuk saling mengingatkan akan tanggung jawab bersama dalam menciptakan negara yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera.
Momentum halalbihalal awalnya diinisiasi Bung Karno tahun 1948 adalah untuk merawat soliditas kebangsaan.
Saat ini, halalbihalal memiliki signifikansi yang penting di dalam kondisi politik kebangsaan yang masih panas pascapemilu yang residunya belum tuntas.
Dinamika politik masih dipenuhi drama, saling serang di medsos maupun di dunia nyata berpotensi mengancam keutuhan bangsa.
Kata halalbihalal terdengar seperti berasal dari bahasa Arab, sebenarnya sudah menjadi kosa kata yang termuat dalam kamus KBBI.
Mengandung tiga makna, yaitu halal
al-habi
(mengurai benang kusut terurai kembali);
halla al-maa
(mengendapkan air keruh menjadi jernih); serta
halla as-syai
(menghalalkan sesuatu yang semula haram).
Istilah halalbihalal yang dicetuskan KH Abd Wahab Chasbullah dilandasi pemikiran pertama
thalabu halâl bi tharîqin halâl
, yakni mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara saling memaafkan.
Kedua, yaitu
halâl “yujza’u” bi halâl
adalah pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling meminta dan memaafkan.
Dalam konteks spiritual, halalbihalal adalah cara untuk mempererat tali silaturahmi antarsesama umat, baik itu keluarga, teman, maupun kolega.
Dalam agama Islam, silaturahmi sangat dihargai karena memperpanjang usia dan membawa keberkahan. Ketika kita menjalin hubungan dengan penuh kasih sayang dan kerendahan hati, kita juga memperkuat ikatan spiritual kita dengan orang lain dan dengan Tuhan.
Halalbihalal juga telah menjadi media rekonsiliasi untuk memulihkan hubungan pada keadaan semula, dari adanya perselisihan kecil maupun besar untuk bisa legowo saling memaafkan dan sadar akan kesalahan lewat berjabat tangan dengan mengucap “mohon maaf lahir dan batin” yang dapat mengubah perasaan dan hati seseorang menjadi sangat mudah untuk saling meminta dan memberi maaf, juga karena adanya dorongan dan relasi spiritual.
Seorang Muslim dianjurkan saling memaafkan dan meminta maaf. Sehingga hal ini menjadi perilaku ideal dalam agama yang mesti dilaksanakan.
Budaya meminta dan memaafkan saat Idul Fitri sangat baik dan positif untuk merawat kesehatan mental masyarakat yang dapat menumbuhkan integrasi dan kohesi sosial untuk menghadirkan energi postif sesama anak bangsa.
Indonesia adalah negara dengan beragam suku, agama, dan budaya, yang kadang bisa memunculkan ketegangan atau perbedaan.
Namun, dengan budaya mudik dan halalbihalal, kita diajarkan untuk saling menghargai dan menerima perbedaan, serta menjaga hubungan dengan penuh kedamaian.
Maka diharapkan umat Islam yang telah melaksanakan saum, mudik dan halalbihalal menjadi insan “Penggalang Ukhuwah”, di semua level kehidupan.
Insan penggalang silaturahmi yang memiliki kecerdasan spiritual dan emosional yang tinggi, berpikiran luas dan solutif, peduli kemanusiaan dan berjiwa kebangsaan.
Perilaku yang sangat dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini, yang masih menjadi bangsa gemar nyinyir, saling menghujat dan berkonflik.
Penggalang ukhuwah, orang yang mampu memaknai keberagaam latar belakang suku bangsa dan politik menjadi potensi positif dan kreatif serta menjadi energi besar bangsa keluar dari keterpurukan.
Dengan mampu mengatasi beragam perbedaan, mengatasi konflik yang kecil maupun besar menjadi terurai dan jernih kembali, dan bergandengan tangan untuk merawat dan membangun negri. Semoga!
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.