Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pasang Tanda Batas Tanah di Kampung Halaman saat Mudik Bisa Terhindar dari Sengketa – Page 5

Liputan6.com, Jakarta – Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Virgo Eresta Jaya, mengatakan lebih dari 50 persen masalah sengketa tanah terjadi akibat tidak adanya tanda batas tanah atau yang biasa disebut patok.

Di momen libur Lebaran yang banyak digunakan masyarakat Indonesia untuk mudik ini, bisa dimanfaatkan untuk mengecek keadaan patok atas tanah yang dimiliki di kampung halaman.

“Kita akan mengatur dalam regulasi baru bahwa tanda batas harus bersifat permanen. Jika tidak permanen, tidak bisa diukur. Tidak bisa lagi hanya menggunakan bambu sebagai tanda batas, harus sesuatu yang permanen, seperti beton, tembok, atau pagar. Buat masyarakat yang mudik, yuk dicek kembali patok atau tanda batas tanahnya” jelas Virgo Eresta Jaya di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Kamis 27 Maret 2025 lalu.

Menjaga aset tanah, termasuk tanah di kampung halaman, menurut Dirjen SPPR adalah kewajiban dari setiap pemilik tanah. Bentuk menjaga itu sendiri bisa dimulai dengan memasang patok batas tanah tersebut. Patok ini juga merupakan langkah awal dalam proses legalisasi hak atas tanah sebelum akhirnya dikeluarkan sertipikat tanah.

“Nanti ketika di kampung halaman masing-masing, tanahnya ditembok atau pagari. Dalam proses pemasangan tanda atas, pasti akan ada silaturahmi dengan tetangga, minimal dengan yang ada di kiri, kanan, dan belakang. Jadi, memasang tanda batas bukan hanya soal administrasi, tetapi juga memiliki nilai sosial dan keberkahan,” ujar Virgo Eresta Jaya.